Oleh : Labaik Korok Piaman
Dua kelompok yang berbeda melakukan aksi massa didepan pemangku kepentingan Padang Pariaman. Minggu yang lalu satu rombongan mahasiswa mendesak DPRD Kabupaten Padang Pariaman agar meminta Bupati membatalkan penyerahan aset pada Kota Pariaman, "katanya penyerahan aset itu tidak sesuai aturan hukum".
Aksi massa satu lagi dilakukan oleh masyarakat Parit Malintang didepan Kantor Bupati Padang Pariaman meminta agar pengukuran aset di Ibukota Kabupaten (IKK) Parit Malintang difinalkan. Sehingga masyarakat tidak terjebak dalam kasus hukum seperti kasus korupsi jalan tol Padang-Sicincin yang hari ini sedang berjalan di pengadilan.
Kedua uraian permasalahan tersebut merupakan bola salju yang akan selalu menggelinding dikemudian hari, siapa pun kepala daerahnya dipastikan akan menghadapi masalah aset, finalisasi aset dan pembangunan sebagai aset didaerah Padang Pariaman yang harus dituntaskan.
Penulis melihat masalah aset ini harus sesegera mungkin diselesaikan oleh Bupati Padang Pariaman terutama yang berada didaerah IKK Parit Malintang, berapa sebenarnya aset, tanah atau luasan tanah yang seharusnya dimiliki oleh Pemda Padang Pariaman. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan kepastian kepemilikan.
Dalam pertemuan Penulis dengan beberapa tokoh masyarakat Parit Malintang mengusulkan, sekarang seluruh Ninik Mamak (Datuk-Datuk) Parit Malintang membuat kesepakatan baru, sama-sama menandatangani kesepakatan yang isinya adalah Ninik Mamak, Kerapatan Adat Nagari Parit Malintang mencabut kembali penyerahan tanah pada tahun 2007 sebagai atau untuk kawasan Ibukota Kabupaten Padang Pariaman.
Semua penyerahan tanah dibatalkan kecuali tanah ninik mamak yang sudah dipakai, didirikan bangunan, didirikan perkantoran oleh Pemda Padang Pariaman. Artinya adalah semua tanah yang sudah ada aset Pemda Padang Pariaman diberikan "atas hak atau disetujui penerbitan sertifikat atas nama aset Pemda Padang Pariaman."
Bagi posisi tanah diluar aset tersebut diambil alih lagi oleh masyarakat untuk digarap atau dimanfaatkan seperti biasa, kesimpulannya kata Penulis kepada para tokoh masyarakat tersebut adalah ninik mamak tidak memberikan tanah seluas 100 Hektar kepada Pemda Padang Pariaman untuk pembangunan infrastruktur pemerintahan di IKK tersebut.
Alasan menurut Penulis mengapa sikap ninik mamak tersebut dilakukan karena secara teori tanah seluas 100 hektar, apalagi 400 hektar untuk kota mandiri Parit Malintang tersebut tidak akan ditemukan. Jika dipaksakan pengukuran harus juga dapat luas 100 hektar itu, maka tanah milik Nagari lain diluar aturan Perda, PP terambil, akan dicaplok tanah orang lain seperti tanah nagari Sicincin atau Nagari Anduring.
Rumit memang masalah aset Pemda Padang Pariaman ini, namun ibarat Bupati memiliki beban berat, sigulung batu sudah seharusnya menuntaskan masalah aset ini secepatnya agar kasus hukum dan proses hukum tidak mengorbankan banyak orang.
Solusinya Pemda buat tim ahli, buat tim bersama, cabut lagi semua kebijakan yang ada sekarang terutama yang di IKK, lebih bagus Bupati mensertifikatkan tanah yang sekarang sudah ada bangunanya, dan lupakan tanah 100 hektar demi keselamatan masyarakat Parit Malintang[*].