Bernama.id - Palembang l Pentingnya dukungan konkret terhadap kawasan konservasi menjadi perhatian utama Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh saat melakukan kunjungan kerja spesifik ke Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu, Palembang, pada Jumat (18/7/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Rahmat menegaskan bahwa TWA Punti Kayu perlu dikelola dengan pendekatan berkelanjutan yang mengintegrasikan pelestarian lingkungan dan pengembangan ekonomi melalui pariwisata berbasis edukasi.
“Punti Kayu tidak hanya berfungsi sebagai paru-paru kota, tetapi juga punya potensi besar sebagai destinasi wisata edukatif berbasis lingkungan. Kita ingin kawasan ini bisa jadi contoh nasional bagaimana konservasi dan ekonomi bisa berjalan beriringan,” katanya.
Rahmat menilai pengelolaan TWA Punti Kayu telah menunjukkan keseriusan dalam menjaga keanekaragaman hayati, meskipun masih dihadapkan pada tantangan serius seperti terbatasnya anggaran serta kebutuhan akan peningkatan infrastruktur wisata yang ramah lingkungan.
Kunjungan tersebut merupakan bagian dari agenda pengawasan Komisi IV DPR RI untuk melihat langsung kondisi lapangan dan mendalami strategi konservasi yang diterapkan oleh pengelola kawasan.
Rombongan Komisi IV yang turut hadir menyusuri jalur hutan kota, memperhatikan keberadaan flora dan fauna endemik, serta mencermati bagaimana ruang kawasan dimanfaatkan untuk keperluan wisata alam.
“Keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan adalah kunci. Kalau hanya konservasi tapi masyarakat tidak merasakan manfaatnya, akan sulit bertahan. Sebaliknya, kalau hanya fokus pada wisata tanpa regulasi, fungsi ekologisnya bisa rusak,” ujarnya.
Rahmat menekankan bahwa pengelolaan kawasan seperti TWA Punti Kayu tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada satu pihak.
Ia mengungkapkan bahwa keterlibatan aktif pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi krusial dalam menciptakan model pengelolaan kawasan yang berkelanjutan.
Dalam sesi diskusi yang digelar bersama pihak pengelola dan mitra konservasi, terungkap beberapa isu utama yang masih dihadapi TWA Punti Kayu, antara lain rendahnya tingkat regenerasi pohon, keterbatasan sumber daya manusia, serta minimnya program edukasi yang menyasar pengunjung.
Menyikapi hal itu, Rahmat menyampaikan perlunya langkah cepat dari pemangku kebijakan untuk memberikan respon melalui regulasi dan dukungan anggaran yang berorientasi pada pelestarian jangka panjang.
“Penting bagi pemerintah untuk hadir melalui dukungan kebijakan dan anggaran yang cukup. Termasuk mendorong kolaborasi dengan akademisi dan komunitas agar kawasan ini bisa berkembang sebagai pusat pembelajaran lingkungan,” katanya.
Rahmat menyoroti posisi strategis TWA Punti Kayu yang bukan hanya berperan bagi warga Palembang, melainkan juga menjadi bagian dari upaya nasional dalam menjaga keberadaan hutan kota di tengah pembangunan.
Ia mendorong perumusan rencana pengelolaan jangka panjang yang mampu menjembatani antara kebutuhan ekologis, fungsi edukasi, dan potensi ekonomi secara terpadu.
“Kita harap ada peta jalan (road map) yang konkret dan bisa dilaksanakan. Jangan sampai kawasan konservasi hanya jadi simbol, tapi tak punya kekuatan dalam pelestarian,” ucapnya.
Kunjungan ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi yang disampaikan Komisi IV DPR RI kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, seperti perlunya peningkatan sarana publik, penambahan kegiatan edukatif yang relevan, serta keterlibatan aktif masyarakat sekitar dalam menjaga keberlanjutan kawasan.
Rahmat menegaskan bahwa hasil dari kunjungan tersebut tidak boleh berhenti pada dokumentasi formal semata, melainkan harus menjadi dasar untuk aksi nyata yang memperkuat fungsi konservasi dan peran sosial-ekonomi TWA Punti Kayu.
“Kita ingin pemerintah pusat dan daerah betul-betul hadir. Ini bukan hanya untuk kepentingan hari ini, tapi juga untuk generasi yang akan datang,” tutupnya.
Kawasan TWA Punti Kayu tetap menjadi perhatian penting bagi Komisi IV DPR RI dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, terutama karena letaknya yang berada di tengah kota besar dan fungsinya sebagai habitat alami yang masih terjaga di tengah laju urbanisasi. (TPHRS)