Bernama.id - Jakarta l Momentum Hari Tani Nasional, 24 September 2025, Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh menempatkan isu hilirisasi sebagai poros utama yang harus segera diakselerasi untuk kemajuak Pertanian di Sumatera Barat (Sumbar)
Hal ini guna memastikan petani memperoleh nilai tambah nyata dari komoditas unggulannya, terutama gambir.
Rahmat mengatakan potensi gambir Sumbar bukan sekadar klaim daerah, melainkan fakta ekonomi yang bisa mengubah struktur pendapatan petani jika dipasangkan dengan kebijakan, investasi, dan tata niaga yang jelas.
“Sumatera Barat punya keunggulan komparatif, iklim, budaya tanam, dan rantai pasok yang sudah terbentuk. Namun kita masih menjual sebagian besar gambir dalam bentuk mentah, hilirisasi adalah kunci agar nilai tambah tetap berada di tangan petani dan pelaku ekonomi lokal,” ujar Rahmat di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Seperti diketahui, Indonesia tercatat menguasai porsi besar pasar ekspor gambir dunia, sementara Sumatera Barat secara konsisten disebut sebagai penyumbang utama produksi nasional.
Beberapa laporan dan kajian menyebut, sekitar 80 persen kebutuhan pasar gambir dunia berasal itu datang dari Sumatera Barat.
“Kondisi ini menempatkan Sumbar pada posisi strategis jika terjadi transformasi dari ekspor bahan mentah ke produk hilir yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti ekstrak untuk farmasi, kosmetik, dan industri pewarna,” katanya.
Rahmat menggarisbawahi sejumlah langkah konkret yang harus dijalankan segera.
Pertama, studi kelayakan dan insentif untuk pembangunan pabrik pengolahan gambir di Sumbar agar rantai nilai tidak terputus pada tahap bahan baku.
Kedua, penguatan peran penyuluh pertanian dan akses pembiayaan mikro untuk kelompok tani agar mereka mampu memenuhi standar mutu dan kontinuitas pasokan.
Ketiga, regulasi provinsi dan pusat harus disinergikan sehingga izin usaha pengolahan, fasilitas logistik, dan akses pasar ekspor tidak terhambat oleh birokrasi yang tumpang tindih.
“Kalau investasi datang tapi rantai pasoknya rapuh, investor akan pergi. Kita perlu garansi pasar, kepastian pasokan, dan kemudahan perizinan,” ujar Rahmat.
Pernyataan ini sejalan dengan dorongan Kementerian Pertanian yang belakangan menyatakan percepatan hilirisasi gambir sebagai prioritas, bahkan mengindikasikan kesiapan dukungan dari pusat.
Analisis produksi terbaru juga menegaskan urgensi tindakan itu. Data yang dirangkum dari sejumlah media pada 2024–2025 menunjukkan lonjakan produksi gambir di beberapa daerah di Sumbar.
Dengan angka total produksi provinsi yang dilaporkan mencapai puluhan ribu ton per tahun, sehingga wacana hilirisasi bukan lagi sekadar gagasan, melainkan kebutuhan untuk mencegah nilai tambah keluar provinsi.
Rahmat menyebutkan program Sumbar Cerdas Bertani yang diinisiasinya sebagai kerangka untuk menggabungkan pendidikan pertanian, pelatihan teknis bagi petani muda, dan fasilitas pendampingan bisnis.
Upaya ini agar generasi baru petani mampu mengoperasikan dan memanfaatkan fasilitas hilir.
“Kita tidak boleh cuma berbangga sebagai pemasok bahan mentah. Pendidikan, teknologi, dan akses pasar harus berjalan beriringan,” katanya.
Tak hanya berhenti pada gambir, Sumbar juga memiliki berbagai komoditas unggulan, seperti jagung, kopi, padi, hingga bahan pangan lainnya.
Rahmat menyampaikan, momentum Hari Tani harus dijadikan pembuka jalan kebijakan berkelanjutan yang bukan hanya retorika tahunan.
Dia berjanji di Komisi IV akan mendorong alokasi anggaran, regulasi yang memfasilitasi industri hilir, dan skema pembiayaan yang mengikat antara pusat, daerah, dan pelaku usaha lokal.
“Kita punya komoditas unggulan, tugas kita sekarang memastikan nilai itu dirasakan langsung oleh petani dan masyarakat Sumbar, bukan hanya laporan ekspor,” pungkas Rahmat.
Jika sinergi kebijakan, investasi hilir, dan pemberdayaan petani dijalankan bersamaan, kata politisi PKS itu, Hari Tani Nasional 2025 bisa dikenang sebagai titik awal transformasi bernilai tambah untuk pertanian Sumatera Barat. (TPHRS/ABE)