Bernama.id - Padang l Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh mengemukakan usulan agar negara memberikan perhatian khusus kepada korban bencana alam yang meninggal dunia di Sumatra melalui mekanisme uang duka.
Ia menilai langkah tersebut penting sebagai wujud kehadiran negara sekaligus penghargaan atas setiap nyawa yang hilang akibat bencana.
Rahmat menilai, keluarga korban meninggal kerap menanggung beban sosial dan ekonomi yang berat setelah kehilangan anggota keluarga.
Karena itu, negara dinilai perlu hadir tidak hanya dalam penanganan fisik bencana, tetapi juga dalam memberikan perlindungan kepada keluarga yang ditinggalkan.
“Negara harus hadir memberi perhatian khusus kepada korban bencana yang meninggal dunia. Uang duka ini adalah bentuk penghormatan negara terhadap setiap jiwa yang hilang,” kata Rahmat di Padang, Rabu (17/12/2025).
Ia kemudian menyinggung kebijakan yang diterapkan di Thailand dalam penanganan korban bencana.
Di negara tersebut, setiap korban bencana yang meninggal dunia mendapatkan santunan sekitar Rp 1 Miliar per jiwa.
Menurut Rahmat, kebijakan tersebut menunjukkan bagaimana negara memberikan nilai dan penghormatan yang tinggi terhadap nyawa warganya, bahkan dalam situasi darurat akibat bencana.
“Di Thailand, setiap korban bencana yang meninggal mendapatkan sekitar Rp1 Miliar per jiwa. Itu menunjukkan negara benar-benar hadir sampai pada level paling mendasar,” ujarnya.
Rahmat menyadari kondisi fiskal Indonesia memiliki tantangan tersendiri.
Meski demikian, ia menilai pemberian uang duka khusus bagi korban bencana masih memungkinkan jika dilihat dari besaran anggaran nasional yang tersedia saat ini.
Ia membandingkan usulan tersebut dengan anggaran program Makan Bergizi Gratis yang mencapai sekitar Rp1 Triliun per hari.
Menurutnya, apabila negara mampu mengalokasikan dana sebesar itu, maka santunan bagi korban meninggal akibat bencana tidak akan menjadi beban yang terlalu berat.
“Kalau dibandingkan dengan MBG yang anggarannya sekitar Rp1 triliun per hari, uang duka untuk korban bencana yang meninggal tentu tidak terlalu besar,” katanya.
Lebih lanjut, Rahmat menegaskan bahwa nominal uang duka tidak harus selalu ditetapkan sebesar Rp1 miliar per jiwa.
Ia mengusulkan opsi yang lebih moderat sebagai bentuk awal kehadiran negara, yakni sekitar Rp500 juta per korban meninggal dunia.
“Kalau tidak bisa Rp 1 Miliar, setengahnya pun tidak masalah, Rp 500 Juta per jiwa. Yang penting ada penghormatan dari negara,” ujarnya.
Menurut Rahmat, substansi dari kebijakan ini bukan semata-mata terletak pada besaran angka, melainkan pada pesan moral bahwa negara tidak boleh abai terhadap warganya yang menjadi korban bencana.
Uang duka dinilai sebagai simbol empati negara sekaligus bentuk tanggung jawab terhadap keluarga yang ditinggalkan.
Ia berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mempertimbangkan usulan tersebut sebagai bagian dari kebijakan penanganan bencana yang lebih manusiawi dan berkeadilan.
Rahmat menegaskan, penghormatan terhadap setiap nyawa yang hilang akibat bencana perlu menjadi bagian penting dalam kebijakan nasional, agar penanganan bencana tidak hanya berorientasi pada aspek fisik dan infrastruktur, tetapi juga menjunjung nilai kemanusiaan. (TPHRS/ABE)