Babak Baru Pilkada Pesisir Selatan (Bagian 1) - BERNAMA.ID
News Update
Loading...

Senin, 26 April 2021

Babak Baru Pilkada Pesisir Selatan (Bagian 1)


Laporan dari Sidang Virtual Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu 

Bernama.id - Jakarta l  Sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), dengan nomor perkara 120-PKE-DKPP/III/2021 berlangsung pada Senin (26/4/2021) pukul 09.30 WIB.

Dalam sidang tersebut yang bertindak sebagai Pengadu adalah
Hendrajoni Datuk Bando Basau yang memberikan Kuasa kepada Henny Handayani. Pihak Teradu dalam sidang tersebut antara lain Epaldi Bahar, Medo Patria, Lili Suarni, Yon Baiki dan Febriani
(Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Pesisir Selatan. Sedangkan Pihak Terkait yaitu
1. Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sumbar,
2. Ketua dan Anggota Bawaslu Kab. Pesisir Selatan.

Pokok Perkara dalam sidang tersebut adalah
para Teradu diadukan terkait dugaan tidak profesional karena meloloskan Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 02. Menurut Pengadu, seharusnya Paslon Nomor Urut 02 tidak diloloskan karena Calon Bupati nomor urut tersebut, Rusma Yul Anwar telah divonis sebagai Terpidana kasus pengrusakan Hutan Mangrove.

Sidang tersebut dipimpin oleh Majelis DKPP:
1. Prof. Dr. Muhammad, S.IP., M.Si (Ketua Majelis),
2. Dr. Otong Rosadi (Anggota/TPD Unsur Masyarakat),
3. Nurhaida Yetti, SH, MH (Anggota/TPD Unsur Bawaslu).

Dalam sidang tersebut, pihak Pengadu menyampaikan pokok-pokok aduannya oleh Kuasa Hukumnya  Henny Handayani. Henny Handayani menyampaikan, "Kami tidak menerima Keputusan KPU Pesisir Selatan no. 259/PL.02.03-KPT/1301/KPU-Kab/lX/2020 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020, karena pasangan Calon Bupati 02 diduga tidak sah atau mal administrasi".

Henny Handayani menjelaskan hal tersebut karena KPU tidak menanyakan bukti register dari Mahkamah Agung sesuai dengan pasal 250 KUHAP ayat 1 dan 5. "Disini KPU tidak teliti, tidak profesional dan juga menyebabkan kerugian dari masyarakat Pesisir Selatan karena dipimpin oleh Bupati yang cacat hukum. Dan juga menyebabkan kerugian dari Calon Bupati lainnya yaitu Hendra Joni - Hamdanus", jelas Henny Handayani. 

Henny Handayani menambahkan, "Sekarang statusnya (Rusma Yul Anwar) karena kasasi ditolak, beliau statusnya sudah Terpidana, apalagi salinannya sudah keluar".

Setelah Henny Handayani menyampaikan hal tersebut, Hendra Joni sebagai Pengadu menambahkan, "Sewaktu saya Bupati, Rusma Yul Anwar adalah Wakil Bupati saya. (Selama-red) 7 bulan jadi Bupati, beliau (Rusma Yul Anwar-red) melanggar hukum lingkungan hidup. Saya akan tindak. Akhirnya disidik oleh Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta. Beliau dinyatakan sebagai Tersangka. Kemudian perkaranya P-21 oleh Kejaksaan Agung. Kemudian dilimpahkan perkaranya ke Kejaksaan Negeri Padang. Disidangkan di Pengadilan Negeri Padang. Dia (Rusma Yul Anwar-red) sebagai Terdakwa". 

"Di Pengadilan Negeri Padang, dia dinyatakan bersalah. Dituntut 1 tahun penjara, denda 1 Milyar. Artinya dia sudah dinyatakan terpidana disitu. Karena sudah dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim disana (Pengadilan Negeri Padang-red)", jelas Hendra Joni.

Hendra Joni menambahkan, "Dia tidak menerima, dia mengajukan banding. Artinya (dari) Terpidana dia kembali kepada Terdakwa. (Kemudian) divonis oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Barat dengan perkara yang sama. (Dia) dihukum 1 tahun penjara, denda Rp 1 Milyar, subsider 3 bulan".

"Rusma Yul Anwar sudah mengantongi 2 (keputusan) Terpidana, di tingkat Pengadilan Negeri dan di tingkat Pengadilan Tinggi", tutur Hendra Joni.

Hendra Joni mengungkapkan, "Kemudian dia kembali mengajukan kasasi lewat pengadilan pengacu yaitu Pengadilan Negeri Padang".

Hendra Joni menyatakan, "Disini ada dua kepentingan, yang pertama kepentingan hukum dari Rusma Yul Anwar, yang kedua kepentingan politik dari Rusma Yul Anwar".

"Kepentingan hukum dari Rusma Yul Anwar, dia tidak menerima 2 putusan pengadilan di Sumatera Barat. Dia mengajukan kasasi terdakwa dan belum inkrah. Orang berkasasi (seharusnya) ada register perkara di Mahkamah Agung", jelas Hendra Joni.

Hendra Joni melanjutkan, "Saya melihat perkaranya tidak pernah teregister di Mahkamah Agung. KPU seharusnya betul-betul menyeleksi, selektif dan profesional".

(Bersambung)

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done