Demokrasi, Keprihatinan Hilang Kiritik Kebenaran - BERNAMA.ID
News Update
Loading...

Selasa, 18 Mei 2021

Demokrasi, Keprihatinan Hilang Kiritik Kebenaran



Oleh Bagindo Yohanes Wempi
Setelah mencapai puncaknya pada 2015 di awal-awal Pemilu RI, indeks demokrasi terus merosot, namun masih tetap dalam satu kategori, yakni demokrasi tak sempurna. Pada 2010, Indonesia berada di peringkat kedua di bawah Thailand. Kini, Indonesia kalah dari Malaysia dan Filipina. Thailand juga merosot ke posisi ke-4. 

Dua dari 5 indikator indeks demokrasi untuk Indonesia turun cukup tajam dalam 10 tahun belakangan, yakni indikator kebebasan sipil dan budaya politik yang turun lebih dari 20 persen. Situasi memprihatinkan, kebebasan yang hilang.

Ungkapan diatas dijelaskan oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis laporan indeks demokrasi 2020 yang ke-13. Indonesia menempati urutan ke-64 dari 167 negara. Data bisa dilihat digoogle.

Dalam laporan EIU tersebut diungkapkan bahwa alasan pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak negara mengalami kemunduran dalam demokrasi. Indonesia termasuk didalamnya, Indonesia termasuk yang memprihatinkan, semua kebijakan selalu dikaitkan dengan alasan pandemi covid-19.

Namun menurut Penulis, mudurnya kebebasan berdemokrasi di Indonesia disebabkan setidaknya terdapat beberapa alasan utama mengapa indeks demokrasi Idonesia menurun dan mengkawatirkan.

Alasan yang paling mendasar adalah tidak munculnya gagasan atau kritisasi bernas ideal dari dunia akademisi atau ilmuan. Sekarang tidak banyak guru besar, para dosen menyampaikan kritisasi cerdas dan meluruskan situasi secara keilmuan.

Sehingga dunia akademisi mati suri, tidak lahir ide-ide kebebasan meluruskan penyimpangan yang terjadi di Republik ini. Para dosen,  pemikir sibuk dengan kehidupan rutinitas tanpa kritisasi kebenaran.

Situasi ini dilengkapi dengan hilangnya independensi media dan kurang adanya keberanian wartawan mengukapkan fakta-fakta kebenaran demi menegakan kebenaran. Tidak rahasia lagi bahwa media dikuasai oleh elit politik yang sarat akan kepentingan, kadangkala berita tidak sesuai fakta. Media sudah dibeli.

Situasi ini diperburuk adanya buzzer pendukung penguasa membela yang terpenting dibayar, serta kuatnya pembiayaan media framing. Ini akhirnya bisa memanjakan penguasa dan kejam dalam menyerang lawan politik.

Sehingga sekarang orang tidak berani menulis dimedia atau menyampaikan kebenaran didepan kekuasaan yang ujung-ujung bisa dibully atau dikasuskan dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Posisi masyarakat sekarang merasa terkekang dalam menyatakan pendapat. Walaupun pada hakikatnya bagus untuk menjaga tata krama dalam bersosial media. Tapi ini berefek buruk terhadap kebebasan berpendapat dalam dunia demokrasi.

Tapi perlu diingat, bahwa keberadaan UU ITE cukup meresahkan juga bagi masyarakat, terutama beberapa pasal UU ITE yang bisa mengakibatkan masyarakat dengan mudahnya terjerat dan dipidanakan.

Faktanya sekarang banyak masyarakat kritis yang diproses hukum akibat ITE. Walaupun akhir-akhir ini Kapolri sudah sedikit memberi penjelasan bahwa UU ITE tidak semudah itu dipakai untuk menjerat para tokoh pengkritis.

Demikian gambaran menurut Penulis tentang turunnya indek demokrasi di Indonesia saat ini yang perlu kembali diingatkan bagi Kita semua. Pemikiran Penulis, jika tidak ada keinginan bersama tokoh intelektual dan masyarakat keluar dari turunnya indek demokrasi ini kedepan maka negara Indonesia bisa terjebak dalam sistim negara otoriter yang menghilangkan kebebasan, hilang budaya kritisasi.

Sekarang mari berobah, kepada semua aktivis kebenaran, para tokoh akademisi, para media bangun budaya kritik terhadap kekuasaan agar indek demokrasi Indonesia tetap naik demi bangsa dan negara maju[*].

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done